Coklat.
Pernah melihat coklat? *pertanyaan bodoh* hehe. Ya tentu saja!
Rasanya sangat sulit menemukan manusia yang tak mengenal coklat.
Tua muda. Laki-laki perempuan. Semua mengenal coklat.
Rasa manisnya yang khas dengan warna yang serupa dengan namanya. Coklat.
Dari sekedar buah yang pahit, coklat telah bermetamorfosa menjadi pelbagai makanan yang menggoda selera.
Mulai dari permen hingga menjadi si hitam manis, brownis.
Cinta.
Aah sungguh indah padanan huruf yang merangkainya. Terlebih makna yang terkandung di dalamnya.
Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah pun berkata tentang cinta.
Beliau mengungkapkan bahwa cinta merupakan suatu perasaan yang disusul dengan kehendak dan kecenderungan. Kecenderungan untuk mengungkapkan cinta itu sendiri. Cinta untuk menunjukkan cinta.
Namun sayang, sayang sayang sribu kali sayaaaang *hehe, intermezo*
cara mengekspresikannya yang kadang salah melangkah. What’s wrong?
Para pemuja cinta yang kebanyakan para remaja, sering sekali kebablasan memaknai kata cinta. Pacaran.
Kata satu ini begitu menghipnotis ribuan budak cinta. Cinta itu butuh ekspresi. Begitu alasan mereka membuat dalih. Harus diungkapkan. Sambungnya dengan semangat berapi-api. Sekaligus sebagai ajang untuk mengetahui sifat dan sikap pasangannya. Seakan tak mau kalah, bak sang sales memperkenalkan produknya.
Cinta dan Coklat
Kembali ke menu awal kita tadi. Coklat. Entah sejak kapan berlakunya dan dari mana pilosofinya. Kini coklat menjadi simbol pernyataan cinta sepasang manusia. Sang gadis menunggu pujaan hati agar mau menghadiahkan coklat padanya. Si bujang pun tak mau kalah, berlomba membeli coklat untuk kekasihnya. Sayang, ini lambang cinta ku pada mu. Rayuan gombal cap cicak menyertai prosesi pemberian coklat kepada sang pacar. Dengan gampangnya, gadis pun tersipu malu menerima hadiah itu sambil berkata. Terima kasih sayang, kau membuat hati ku terbang melayang tak karuan. Bweuh.
”Bukankah terlalu dangkal mengekspresikan CINTA dengan PACARAN apalagi hanya dengan sebatang coklat?”.
Oops, sepertinya para pacaranmania sedikit terusik dengan kalimat sederhanaku ini. Hehe.
Cinta itu terlalu agung untuk diikat dengan simpul fatamorgana bernama pacaran. Status ilegal yang hanya dihalalkan oleh syetan. Mengekspresikan cinta dengan duduk berduaan. Padahal sangat keras syariat memberi batasan karena yang ketiga adalah syetan.
Menunjukkan cinta dengan berjalan berpegangan tangan. Padahal nyata peringatan dalam kisah kepala ditusuk besi panas menyala lebih disukai daripada memegang yang bukan mahram.
Menatap sayang sang pujaan. Padahal zina mata adalah dengan pandangan.
Rindu bila sehari tak mendengar suara kekasih tercinta. Padahal zinanya telinga adalah dengan suara.
Na’udzubillah tsumma Nau'dzubillah.
Lantas. Apa yang bisa kalian harapkan darinya? Agar lebih memahami? Itu dusta!!! Tak ada yang menjamin. Banyak contoh kasus pacaran meradang ditengah jalan. Patah hati lalu bunuh diri. Apa manfaat dari pacaran? Setiap hari was-was pacar mendua hati. Salah sedikit bicara tak cocok lagi. Kemudian pergi tanpa ingat janji hidup semati. Yang ditinggal menangis berhari-hari. *alay bin lebay*.
Buka mata kalian. Rasakan dengan hati. Sadarlah, Sobat. Cinta itu terlalu agung untuk dihargai hanya dengan sebatang coklat. Meski dengan coklat terbaik di dunia sekali pun.
Sadarlah...
Dan untuk para wanita. Waspadalah, ungkapan cinta seorang pria dengan pacaran sesungguhnya adalah bukti kepengecutannya. Hanya laki-laki bermental tempe yang tak mampu bertanggung jawab. Jangan mau dibodohi!! Saatnya kebal terhadap rayuan gombal cap cicak. Ucapkan dengan lantang. Bawa pergi jauh cinta mu atau nikahi aku bila kau mampu.
Pernah melihat coklat? *pertanyaan bodoh* hehe. Ya tentu saja!
Rasanya sangat sulit menemukan manusia yang tak mengenal coklat.
Tua muda. Laki-laki perempuan. Semua mengenal coklat.
Rasa manisnya yang khas dengan warna yang serupa dengan namanya. Coklat.
Dari sekedar buah yang pahit, coklat telah bermetamorfosa menjadi pelbagai makanan yang menggoda selera.
Mulai dari permen hingga menjadi si hitam manis, brownis.
Cinta.
Aah sungguh indah padanan huruf yang merangkainya. Terlebih makna yang terkandung di dalamnya.
Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah pun berkata tentang cinta.
Beliau mengungkapkan bahwa cinta merupakan suatu perasaan yang disusul dengan kehendak dan kecenderungan. Kecenderungan untuk mengungkapkan cinta itu sendiri. Cinta untuk menunjukkan cinta.
Namun sayang, sayang sayang sribu kali sayaaaang *hehe, intermezo*
cara mengekspresikannya yang kadang salah melangkah. What’s wrong?
Para pemuja cinta yang kebanyakan para remaja, sering sekali kebablasan memaknai kata cinta. Pacaran.
Kata satu ini begitu menghipnotis ribuan budak cinta. Cinta itu butuh ekspresi. Begitu alasan mereka membuat dalih. Harus diungkapkan. Sambungnya dengan semangat berapi-api. Sekaligus sebagai ajang untuk mengetahui sifat dan sikap pasangannya. Seakan tak mau kalah, bak sang sales memperkenalkan produknya.
Cinta dan Coklat
Kembali ke menu awal kita tadi. Coklat. Entah sejak kapan berlakunya dan dari mana pilosofinya. Kini coklat menjadi simbol pernyataan cinta sepasang manusia. Sang gadis menunggu pujaan hati agar mau menghadiahkan coklat padanya. Si bujang pun tak mau kalah, berlomba membeli coklat untuk kekasihnya. Sayang, ini lambang cinta ku pada mu. Rayuan gombal cap cicak menyertai prosesi pemberian coklat kepada sang pacar. Dengan gampangnya, gadis pun tersipu malu menerima hadiah itu sambil berkata. Terima kasih sayang, kau membuat hati ku terbang melayang tak karuan. Bweuh.
”Bukankah terlalu dangkal mengekspresikan CINTA dengan PACARAN apalagi hanya dengan sebatang coklat?”.
Oops, sepertinya para pacaranmania sedikit terusik dengan kalimat sederhanaku ini. Hehe.
Cinta itu terlalu agung untuk diikat dengan simpul fatamorgana bernama pacaran. Status ilegal yang hanya dihalalkan oleh syetan. Mengekspresikan cinta dengan duduk berduaan. Padahal sangat keras syariat memberi batasan karena yang ketiga adalah syetan.
Menunjukkan cinta dengan berjalan berpegangan tangan. Padahal nyata peringatan dalam kisah kepala ditusuk besi panas menyala lebih disukai daripada memegang yang bukan mahram.
Menatap sayang sang pujaan. Padahal zina mata adalah dengan pandangan.
Rindu bila sehari tak mendengar suara kekasih tercinta. Padahal zinanya telinga adalah dengan suara.
Na’udzubillah tsumma Nau'dzubillah.
Lantas. Apa yang bisa kalian harapkan darinya? Agar lebih memahami? Itu dusta!!! Tak ada yang menjamin. Banyak contoh kasus pacaran meradang ditengah jalan. Patah hati lalu bunuh diri. Apa manfaat dari pacaran? Setiap hari was-was pacar mendua hati. Salah sedikit bicara tak cocok lagi. Kemudian pergi tanpa ingat janji hidup semati. Yang ditinggal menangis berhari-hari. *alay bin lebay*.
Buka mata kalian. Rasakan dengan hati. Sadarlah, Sobat. Cinta itu terlalu agung untuk dihargai hanya dengan sebatang coklat. Meski dengan coklat terbaik di dunia sekali pun.
Sadarlah...
Dan untuk para wanita. Waspadalah, ungkapan cinta seorang pria dengan pacaran sesungguhnya adalah bukti kepengecutannya. Hanya laki-laki bermental tempe yang tak mampu bertanggung jawab. Jangan mau dibodohi!! Saatnya kebal terhadap rayuan gombal cap cicak. Ucapkan dengan lantang. Bawa pergi jauh cinta mu atau nikahi aku bila kau mampu.
Wah mantul ini Mbak artikelnya. Saya sedang buka kelas menulis dengan tema sama seperti ini, naskah untuk dibukukan. Bila berminat ikutan, kontak saya ya. wa.me/6281281817079
BalasHapus