Hujan masih menyisakan rinai gerimis. Pucuk dedaunan mangga di samping kamar kosku berpoles air hampir seharian ini. Langit menghitam, tak terlihat satu pun hewan bersayap melintas di bawahnya. Angin menelusup masuk melewati jendela yang sengaja ku buka. Ku lirik jam di laptop bututku, 4.21 PM. Sore yang pekat. Aku sendiri masih mengotak-atik laptopku, menulis apa saja yang ingin ku tulis seraya sesekali membuka facebook sekedar menanggapi komentar para sahabat atau hanya membaca-baca artikel yang ku temui di beberapa situs.
Ini hari ke-5 Ramadhan, awal Ramadhan yang seharusnya ku habiskan bersama orang-orang tercinta, keluargaku. Tapi sayangnya, semua hanya angan yang harus ku pendam sejauh mungkin. Tuntutan kuliah mengharuskan ku tetap tinggal disini. Walau tetap merasa iri dengan teman-teman kos ku yang masih melanjutkan liburan semester genapnya di rumah masing-masing. Aah, terlepas apakah ini baik atau buruk, haruslah tetap disyukuri.
Hujan di luar tampak semakin menunjukkan eksistensinya. Perlahan ku tutup semua windows yang hampir sesiangan ini menemani ku. Setelah meng-turn off laptop. Ku bergegas berganti pakaian, baju coklat, dipadu rok dan kerudung hitam. Tak butuh waktu sepuluh menit, aku telah siap. Perlahan ku buka pintu kamar, suara berderek pintu terasa sekali di suasana kos yang sepi. Ku ingin membeli martabak keju yang berada di seberang jalan kos ku untuk berbuka juga lauk untuk saur nanti.
Dengan memakai payung, kuberanikan diri menerobos hujan. Ku tahu, konsekuensinya adalah badan ku akan panas dingin setelah terkena air hujan. Aneh, penyuka hujan yang tak tak bisa kehujanan, gerutu ku dalam hati. Tak begitu lama, aku telah berada di bibir jalan raya yang memisahkan ku dengan tempat menjual martabak. Setelah meyakinkan jalanan sepi dari lalu-lalang besi berjalan. Kaki ku mulai mejejak muka jalan yang licin.
Tiba-tiba…
“Awaaasssssssssss”
Hanya teriakan itu yang bias ku dengar setelah mobil kijang berwarna hitam menerobos jalanan dengan kecepatan tinggi. Perlahan semua menghitam. Dan aku tak ingat apa-apa lagi setelahnya.
Ini hari ke-5 Ramadhan, awal Ramadhan yang seharusnya ku habiskan bersama orang-orang tercinta, keluargaku. Tapi sayangnya, semua hanya angan yang harus ku pendam sejauh mungkin. Tuntutan kuliah mengharuskan ku tetap tinggal disini. Walau tetap merasa iri dengan teman-teman kos ku yang masih melanjutkan liburan semester genapnya di rumah masing-masing. Aah, terlepas apakah ini baik atau buruk, haruslah tetap disyukuri.
Hujan di luar tampak semakin menunjukkan eksistensinya. Perlahan ku tutup semua windows yang hampir sesiangan ini menemani ku. Setelah meng-turn off laptop. Ku bergegas berganti pakaian, baju coklat, dipadu rok dan kerudung hitam. Tak butuh waktu sepuluh menit, aku telah siap. Perlahan ku buka pintu kamar, suara berderek pintu terasa sekali di suasana kos yang sepi. Ku ingin membeli martabak keju yang berada di seberang jalan kos ku untuk berbuka juga lauk untuk saur nanti.
Dengan memakai payung, kuberanikan diri menerobos hujan. Ku tahu, konsekuensinya adalah badan ku akan panas dingin setelah terkena air hujan. Aneh, penyuka hujan yang tak tak bisa kehujanan, gerutu ku dalam hati. Tak begitu lama, aku telah berada di bibir jalan raya yang memisahkan ku dengan tempat menjual martabak. Setelah meyakinkan jalanan sepi dari lalu-lalang besi berjalan. Kaki ku mulai mejejak muka jalan yang licin.
Tiba-tiba…
“Awaaasssssssssss”
Hanya teriakan itu yang bias ku dengar setelah mobil kijang berwarna hitam menerobos jalanan dengan kecepatan tinggi. Perlahan semua menghitam. Dan aku tak ingat apa-apa lagi setelahnya.
Komentar
Posting Komentar