"Hallo, assalamu'alaikum" suara indah di seberang sana mengucapkan salam.
Aku berjingkrak senang. Setelah beberapa kali telponku tak di angkat baik dari HP ayah atau pun ibu, akhirnya terhubung juga.
"Wa'alaikumussalam" jawabku lega.
"Apa kabar bu?"
"Baik, alhamdulillah"
"Ayah gimana kabarnya?" tanyaku lagi seakan tak memberi kesempatan ibuku bertanya balik.
"Alhamdulillah baik juga. Ayah sedang siap-siap mau kondangan tuu" jawab ibu.
"Oo, alhamdulillah" balasku lega. iyaa, aku tahu sepupu jauhku memang sedang menikah hari ini.
"Masak apa bu hari ini?"
"Rendang"
"Waah, pengeeeen" teriakku manja.
"Hehe, Iyaa, ntar kalo pulang ibu masakin"
"Hehe.. Asyik" hampir begitulah obrolanku tiap di telpon, tak jauh-jauh dari makanan.
Tapi, telpon ku kali ini agak berbeda. Mimpiku 2 malam terakhir ini membuat hatiku tak tenang, mimpi ayahku sakit dan tak bisa bergerak.
"Ibu, Ayah mana?" tanyaku tentu tak perlihatkan gundahku.
"Ada, mau ngobrol?" tanya ibu. Aku mengiyakan.
"Hallo, kenapa Desta?" Ayah langsung bertanya.
"Hehe, Ayah tak apa-apa kan?" aku balik bertanya seraya sedikit tertawa.
"Nggak kok, Ayah baik. Kenapa sayang?"
hhaah, akhirnya aku luluh juga.
"Semalam Desta mimpi Ayah sakit"
"Ayah sehat kok. Mungkin kangen aja ma Ayah jadinya mimpiin Ayah." jelas Ayah sembari tertawa.
Aku pun ikut tertawa. Hehe, mungkin juga, pikirku.
"Yaudah, hati-hati di sana yaa. Belajar yang rajin."
"Iyaa, Ayah" hiks, kata-kata itu selalu membuat ku terharu, tak mau lagi ketahuan menangis, ku pun akhirnya menyudahi telponnya.
***
Selesai ashar, ku buka surat cinta Kekasih Sejati ku, berharap tahajud malam nanti khatam untuk 2minggu ini.
Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Nama adikku tertera calling. Tumben, pikirku. Dia memang paling pelit menghubungiku.
"Hallo, assalamu'alaikum. Kenapa dek?"
"Wa'alaikumussalam. Yuk, Ayah..."
kata-katanya terputus dengan sesegukkan. Pikiranku langsung kemana-mana.
"Ayah kenapa dek?" pertanyaanku menyiratkan kecemasan.
"Ayah udah nggak ada Yuk, Ayah udah pergi buat selama-lamanya."
Aku terhenyak. Air mataku tak mampu ku tahan.
"Adek, jangan bercanda aah. Baru tadi pagi Ayuk nelpon Ayah. Ayah gp2 kok." aku tak percaya.
"Ayuk, kita harus ikhlas. Ayah udah nggak ada. Ayah udah meninggal." adik ku berusaha menyakinkan sambil menangis dan sedikit berteriak.
"Nggak mungkin dek. Nggak mungkin!!" aku berusaha menampik. Mukenaku basah oleh air mata.
Ya Allah, mengapa terlalu cepat.
Aku rela kehilangan apapun, tapi aku masih belum rela kehilangan keluargaku.
Allah, mengapa Engkau ambil penyemangatku?
Siapa nanti yang mengelus rambut ku ketika ku pulang.
Siapa yang mengomeli aku ketika ku malas mandi.
Siapa yang menasehatiku ketika ku jatuh.
Siapa yang nanti menenangkanku ketika ku terpuruk.
Allah, aku belum rela. aku belum rela.
Aku terus menangis. Telpon terputus pun ku tak menyadarinya lagi.
Aku harus pulang. Itu tekad ku. Tak ku pikirkan besok ujian akhir semester ku.
Jarak antara tempat kos dan rumahku cukup jauh. Empat jam perjalanan dengan menggunakan bis. Aku akan sampai malam hari. Aku tak peduli.
***
Sepanjang perjalanan ku tak henti menangis. Pikiranku hanya ada Ayah. Ayah. dan Ayah.
Jam 8 malam ku sampai di rumah. Ku langsung memeluk ibu. Wajahnya kusut dan matanya bengkak. Dia menuntunku ke ranjang tempat ayah ditidurkan.
Ku hapus air mataku. Ku buka penutup kepalanya. Jahitan luka bekas kecelakaan masih jelas. Dadaku sesak. Allahu Robbi.
Ku cium keningnya. Ayah, maafkan Desta. Tidur yang tenang ya Ayah. Desta sayang Ayah.
Tak tahan rasanya. Yaah, tapi aku harus terima ketetapan-Nya. Aku harus sadar, Ayahku telah pergi.
Ku tutup kembali kain penutup kepala Ayah. Ku lihat ibu ku. Ku hapus air matanya. Ku peluk dia. Sekarang hanya kepada ibu kesempatanku untuk mengabdi.
"Ibu, sabar yaa. Allah lebih menyayangi Ayah. Jadinya Dia ambil Ayah dari kita." ku berusaha menegarkannya walau hatiku pun remuk.
Allah, jaga Ayahku.
Aku sangat menyayanginya.
Tapi ku tahu Engkau lebih menyayangi Ayah.
Hanya sampai disini, Engkau izinkan aku memilikinya dan taat kepadanya.
Dia sekarang menjadi tamu-Mu.
Berikan tempat yang terbaik buat Ayah dari sisi-Mu.
Dan ikhlaskan aku dan keluargaku dalam menerima takdir-Mu.
Aku berjingkrak senang. Setelah beberapa kali telponku tak di angkat baik dari HP ayah atau pun ibu, akhirnya terhubung juga.
"Wa'alaikumussalam" jawabku lega.
"Apa kabar bu?"
"Baik, alhamdulillah"
"Ayah gimana kabarnya?" tanyaku lagi seakan tak memberi kesempatan ibuku bertanya balik.
"Alhamdulillah baik juga. Ayah sedang siap-siap mau kondangan tuu" jawab ibu.
"Oo, alhamdulillah" balasku lega. iyaa, aku tahu sepupu jauhku memang sedang menikah hari ini.
"Masak apa bu hari ini?"
"Rendang"
"Waah, pengeeeen" teriakku manja.
"Hehe, Iyaa, ntar kalo pulang ibu masakin"
"Hehe.. Asyik" hampir begitulah obrolanku tiap di telpon, tak jauh-jauh dari makanan.
Tapi, telpon ku kali ini agak berbeda. Mimpiku 2 malam terakhir ini membuat hatiku tak tenang, mimpi ayahku sakit dan tak bisa bergerak.
"Ibu, Ayah mana?" tanyaku tentu tak perlihatkan gundahku.
"Ada, mau ngobrol?" tanya ibu. Aku mengiyakan.
"Hallo, kenapa Desta?" Ayah langsung bertanya.
"Hehe, Ayah tak apa-apa kan?" aku balik bertanya seraya sedikit tertawa.
"Nggak kok, Ayah baik. Kenapa sayang?"
hhaah, akhirnya aku luluh juga.
"Semalam Desta mimpi Ayah sakit"
"Ayah sehat kok. Mungkin kangen aja ma Ayah jadinya mimpiin Ayah." jelas Ayah sembari tertawa.
Aku pun ikut tertawa. Hehe, mungkin juga, pikirku.
"Yaudah, hati-hati di sana yaa. Belajar yang rajin."
"Iyaa, Ayah" hiks, kata-kata itu selalu membuat ku terharu, tak mau lagi ketahuan menangis, ku pun akhirnya menyudahi telponnya.
***
Selesai ashar, ku buka surat cinta Kekasih Sejati ku, berharap tahajud malam nanti khatam untuk 2minggu ini.
Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Nama adikku tertera calling. Tumben, pikirku. Dia memang paling pelit menghubungiku.
"Hallo, assalamu'alaikum. Kenapa dek?"
"Wa'alaikumussalam. Yuk, Ayah..."
kata-katanya terputus dengan sesegukkan. Pikiranku langsung kemana-mana.
"Ayah kenapa dek?" pertanyaanku menyiratkan kecemasan.
"Ayah udah nggak ada Yuk, Ayah udah pergi buat selama-lamanya."
Aku terhenyak. Air mataku tak mampu ku tahan.
"Adek, jangan bercanda aah. Baru tadi pagi Ayuk nelpon Ayah. Ayah gp2 kok." aku tak percaya.
"Ayuk, kita harus ikhlas. Ayah udah nggak ada. Ayah udah meninggal." adik ku berusaha menyakinkan sambil menangis dan sedikit berteriak.
"Nggak mungkin dek. Nggak mungkin!!" aku berusaha menampik. Mukenaku basah oleh air mata.
Ya Allah, mengapa terlalu cepat.
Aku rela kehilangan apapun, tapi aku masih belum rela kehilangan keluargaku.
Allah, mengapa Engkau ambil penyemangatku?
Siapa nanti yang mengelus rambut ku ketika ku pulang.
Siapa yang mengomeli aku ketika ku malas mandi.
Siapa yang menasehatiku ketika ku jatuh.
Siapa yang nanti menenangkanku ketika ku terpuruk.
Allah, aku belum rela. aku belum rela.
Aku terus menangis. Telpon terputus pun ku tak menyadarinya lagi.
Aku harus pulang. Itu tekad ku. Tak ku pikirkan besok ujian akhir semester ku.
Jarak antara tempat kos dan rumahku cukup jauh. Empat jam perjalanan dengan menggunakan bis. Aku akan sampai malam hari. Aku tak peduli.
***
Sepanjang perjalanan ku tak henti menangis. Pikiranku hanya ada Ayah. Ayah. dan Ayah.
Jam 8 malam ku sampai di rumah. Ku langsung memeluk ibu. Wajahnya kusut dan matanya bengkak. Dia menuntunku ke ranjang tempat ayah ditidurkan.
Ku hapus air mataku. Ku buka penutup kepalanya. Jahitan luka bekas kecelakaan masih jelas. Dadaku sesak. Allahu Robbi.
Ku cium keningnya. Ayah, maafkan Desta. Tidur yang tenang ya Ayah. Desta sayang Ayah.
Tak tahan rasanya. Yaah, tapi aku harus terima ketetapan-Nya. Aku harus sadar, Ayahku telah pergi.
Ku tutup kembali kain penutup kepala Ayah. Ku lihat ibu ku. Ku hapus air matanya. Ku peluk dia. Sekarang hanya kepada ibu kesempatanku untuk mengabdi.
"Ibu, sabar yaa. Allah lebih menyayangi Ayah. Jadinya Dia ambil Ayah dari kita." ku berusaha menegarkannya walau hatiku pun remuk.
Allah, jaga Ayahku.
Aku sangat menyayanginya.
Tapi ku tahu Engkau lebih menyayangi Ayah.
Hanya sampai disini, Engkau izinkan aku memilikinya dan taat kepadanya.
Dia sekarang menjadi tamu-Mu.
Berikan tempat yang terbaik buat Ayah dari sisi-Mu.
Dan ikhlaskan aku dan keluargaku dalam menerima takdir-Mu.
Komentar
Posting Komentar